Kita tentunya masih ingat dengan kasus Prita Mulyasari yang mungkin hanya karena keinginan curhat, malah digelandang masuk bui. Lalu masih ada berbagai kasus lain yang berhubungan dengan penyalahgunaan media informasi.
Kini kita telah berhadapan dengan era globalisasi yang tentunya memudahkan kita dalam menjaring informasi. Mulai dari mencari tugas sampai mencari teman dalam dunia maya.
Salah satu yang marak akhir-akhir ini adalah situs jejaring sosial.
Aku akan mengurai suatu peristiwa dalam penggunaan situs tersebut. Namun, bukannya menjaring teman, yang ada malah menjaring musuh.
Membaca status di jejaring sosial seolah-olah kita mendengar apa yang orang katakan, sekalipun mereka tidak mengeluarkan suara. Namun, apakah kita berpikir terlebih dahulu sebelum menulisnya???
Kini kita telah berhadapan dengan era globalisasi yang tentunya memudahkan kita dalam menjaring informasi. Mulai dari mencari tugas sampai mencari teman dalam dunia maya.
Salah satu yang marak akhir-akhir ini adalah situs jejaring sosial.
Aku akan mengurai suatu peristiwa dalam penggunaan situs tersebut. Namun, bukannya menjaring teman, yang ada malah menjaring musuh.
Membaca status di jejaring sosial seolah-olah kita mendengar apa yang orang katakan, sekalipun mereka tidak mengeluarkan suara. Namun, apakah kita berpikir terlebih dahulu sebelum menulisnya???
Seringkali kita menulis status (bagi pengguna jejaring sosial) sesuai dengan apa yang kita alami dan rasakan. Kejujuran memang perlu dan terkadang menyakitkan. Tapi jika "perkataan" kita itu terlalu vulgar dan tidak ada tata kramanya, apakah itu layak untuk dipublikasikan kepada khalayak ramai? Mungkin ada yang menjawab layak, namun aku akan lebih setuju dengan jawaban tidak layak. Apalagi jika "perkataan" tersebut berasal dari sesosok makhluk dengan kodratnya terlahir sebagai makhluk yang indah. Hal tersebut pasti akan memberikan nilai minus tersendiri kepadanya.
Perkataan tersebut sangat menorehkan luka yang dalam di hati kami. Ya, kami mengakui kalau kami salah. Tapi seharusnya bukan dengan cara demikian ia menyampaikan pendapatnya, dan bukan dengan kalimat yang sedemikian buruknya.
Hal tersebut tentunya mengundang amarah kami. Satu per satu dari kami mengungkapkan emosinya dengan cara serupa. Mata dibalas mata, nyawa dibalas nyawa (cie...). Tapi tenang saja, tidak akan se-ekstrim itu kok.... Cuma perumpamaan saja. Hehehe....
Gantian ia tidak terima. Namun siapa sich yang kuat jika sendirian, sementara kami menyerang beramai-ramai??? Ia menyerah, menghapus "perkataan"nya tersebut.
Meskipun status tersebut telah dihapus, akan tidak bisa menghapus luka yang terlanjur tertoreh dalam hati. Ibarat gelas yang pecah, mungkin bisa dilem lagi, namun gelas tersebut takkan sama seperti sedia kala....
Perkataan tersebut sangat menorehkan luka yang dalam di hati kami. Ya, kami mengakui kalau kami salah. Tapi seharusnya bukan dengan cara demikian ia menyampaikan pendapatnya, dan bukan dengan kalimat yang sedemikian buruknya.
Hal tersebut tentunya mengundang amarah kami. Satu per satu dari kami mengungkapkan emosinya dengan cara serupa. Mata dibalas mata, nyawa dibalas nyawa (cie...). Tapi tenang saja, tidak akan se-ekstrim itu kok.... Cuma perumpamaan saja. Hehehe....
Gantian ia tidak terima. Namun siapa sich yang kuat jika sendirian, sementara kami menyerang beramai-ramai??? Ia menyerah, menghapus "perkataan"nya tersebut.
Meskipun status tersebut telah dihapus, akan tidak bisa menghapus luka yang terlanjur tertoreh dalam hati. Ibarat gelas yang pecah, mungkin bisa dilem lagi, namun gelas tersebut takkan sama seperti sedia kala....
Ojo rumongso iso, iso'o rumongso (Jangan merasa bisa, tapi bisalah merasa).